Pages

Rabu, 02 Juli 2014

Manik Coklat - Sebuah Cerita dari Sebuah Tatapan



Cerita dibawah ini merupakan sebuah perpaduan antara pengalaman dan imajinasi tingkat tinggi. dari tema yang disediakan yaitu "Cinta Pada Pandangan Pertama" aku mengambil judul "Manik Coklat". Oke semoga cerita dibawah menghibur ya :D



Manik Coklat

            Sabtu pagi yang bisa dibilang cerah tetapi suasana disekitarku tak secerah langit biru yang dihiasi gumpalan kapas putih nan lembut. Aku terbangun dengan selimut yang sudah menjuntai ke lantai, bantal yang berpindah posisi sebagai guling, juga pulau kecil hasil tidurku semalam. Terlebih lagi saat keluar kamar. Aku hanya melihat kakakku yang tiduran diatas sofa bersama selimut yang nasibnya sama seperti dikamarku.
            Aku melangkah menuju kamar mandi dengan handuk putih di bahu kanan. Sekilas aku melihat ke arah meja makan, sudah ada nasi goreng yang telurnya sudah lenyap. Siapa lagi kalau bukan kakakku yang melenyapkannya. Pasti tadi saat Ibu selesai masak, dia langsung menyantap miliknya dan mengambil telur bagianku.
            Oya, hari Sabtu ini aku ada ekskul disekolah. Mulainya pukul 09.00 dan sekarang pukul 07.30, masih banyak waktu untuk hal yang tidak berguna seperti memandang diriku sendiri dicermin atau pura-pura menikmati suasana pagi yang cerah. Lebih tepatnya aku hanya memandang kosong langit yang cerah itu.
            Usai mandi dan berpakaian aku menuju meja makan untuk menyantap nasi goreng tanpa telur tadi. Seperti biasa, nasi goreng ini rasanya standar dari hasil bumbu racikan yang siap jadi. Maklum, ibuku tidak punya waktu untuk hal semacam meracik bumbu dengan ulekan tradisonal. Aku hanya menghabiskan setengah piring nasi goreng dan langsung beranjak ke halaman belakang untuk menikmati pagi yang cerah alias memandang kosong tanpa arti.
            Suatu kebiasaan yang diisi dengan khayalan tinggi nan mustahil, salah satunya adalah kisah cinta. Ngomong-ngomong soal cinta, aku memang belum pernah mengalami jatuh cinta apalagi dicintai. Setidaknya aku punya kehidupan cinta dalam khayalanku.
            Pagi ini aku membayangkan sesosok laki-laki yang paras wajahnya seperti Justin Bieber atau Liam Hemsworth yang sedang mengusap helaian rambutku. Sementara aku menyandarkan kepalaku dibahunya. Terlihat begitu mesra dengan keadaan sekeliling yang hangat seperti rajutan cinta yang sangat rapat. Sayangnya, mereka harus berhenti dan menghilang begitu saja dari pandanganku karena teriakan melengking  milik si penggemar telur.
            “De, nasi gorengnya gue abisin ya” teriak kakakku dari ruang makan. Ya, si penggemar telur yang kumaksud memang kakakku. Aku tak ada niatan untuk menjawabnya, karena aku yakin tanpa jawaban pun 2 suap nasi goreng tadi sudah ada di dalam mulutnya.
            Aku melirik ke jam dinding yang ada di ruang keluarga. Pukul 08.00, aku harus siap-siap kalu tidak mau jadi sorotan saat masuk ruang ekskul. Kemudian aku beranjak menuju kamar untuk siap-siap. Aku mengambil backpack coklat milikku, kemudian memasukkan laptop, buku tulis, tempat pensil, handphone dan dompet.
            Aku beralih ke cermin dan mendapati diriku dengan balutan kaos putih bertuliskan “Justin Bieber” dipadu jeans hitam yang menampakkan bentuki kakiku. Aku mengambil sisir, kemudian mulai menyisir rambutku yang panjangnya hanya sebahu. Selesai. Aku tak berniat menambah penampilanku dengan hal semacam make up atau aksesoris lainnya.
            Kemudian aku menenteng sneakers hitam dan berjalan ke teras depan. Sambil memakai sepatu aku bergumam dalam hati “Semoga saja aku bertemu laki-laki semacam Justin Bieber atau Liam Hemsworth. Setidaknya ada satu hal yang mirip saja, aku pasti senang”. Aku terkekeh pelan saaat menyadari khayalanku terlalu tinggi. Tapi berkhayal setinggi apapun tak ada larangannya bukan

***
            08.55 aku sampai dikelas ekskul, . aku langsung menempatkan tas ku dibangku barisan kedua. Kelas memang suda ramai, tapi tak ada satupun yang berniat mengisi bangku barisan depan maupun kedua. Alasannya sih biar bisa lebih banyak bercanda kalau duduk dibelakang. Buatku sendiri, hal semacam itu tak ada pengaruhnya untukku. Ya, karena aku  tidak terlalu mengenal teman-teman yang ada disini.
            Aku melihat 2 orang cowok memasuki ruangan, sepertinya salah satu dari mereka mau mengisi bangku kosong disebelahku. Tapi apa boleh buat, mereka tidak mau terpisah dan memutuskan duduk didepanku yang kedua bangkunya masih kosong.
            Kemudian aku mengeluarkan laptop dan menekan tombol power. Tak lama setelah itu kakak kelas yang kukenal sebagai Kak Faldy datang sambil membawa laptopnya. Tepat setelah Kak Faldy meletakkan laptop diatas meja, pintu diketuk dan masuklah seorang cowok dengan setelah kaos hitam polos, jeans biru dongker, dan sepatu sport hitam. Penampilannya cukup keren, hmmm ralat penampilannya seperti terlihat tanpa celah.
            Cowok itu permisi kepada Kak Faldy dan mengalihkan pandangan mencari tempat kosong. Pandangannya jatuh kepada bangku kosong disampingku. Ya kemungkinan cowok itu duduk disampingku memang sangat besar. Detik selanjutnya kemungkinan itu terjawab saat sebuah tas mendarat dibangku sampingku dan cowok tadi duduk sambil mengeluarkan laptopnya. Aku kembali menatap layar laptopku yang sedang berada di pengaturan blog pribadiku.
            Menit selanjutnya Kak Faldy mengabsen yang hadir. Aku berharap Kak Faldy menyebut sebuah nama yang membuat cowok disampingku mengacungkan tangannya atau apalah yang menunjukkan nama itu miliknya. Tapi sampai menjelang namaku disebut dia tidak juga melakukan itu.
            “Vania Arisha” mendengar nama itu disebut aku langsung mengangkat tangan kananku dengan tatapan muka tetap ke layar laptop.
            Sedetik setelah itu aku merasa cowok disampingku membuat tatapan ingin tahu. Aku berusaha bersikap biasa, tapi sebuah pertanyaan meluncur dari cowok itu.
            “Jadi, Lo yang namanya Vania Arisha?” tanya cowok itu.
            Aku mengalihkan pandanganku dari layar laptop. Lalu aku mendapat sepasang iris mata coklat gelap yang sekilas terlihat hitam sedang menatapku. Oh tidak, matanya. Dua iris coklat gelap itu dapat membuatku terpaku dan dengan cara menatapnya yang seperti itu membuat sesuatu didalam dadaku berdetak 2 kali lebih cepat. Untung saja aku tidak sampai membiarkan mulutku menganga lebar.
            “Hhhh iya, dam lo?” jawabku dengan hembusan nafas yang tidak kentara.
            “Gue? Gue Farren. Gue baru tau yang namanya Vania itu ternyata lo. Temen gua banyak yang ngefans sama lo tuh”
            “Ohh” jawabku sekenanya dan langsung menatap layar laptopku. Aku tidak sanggup menatapnya teralalu lama. Bisa-bisa aku tidak dapat mengontrol mulutku untuk menganga lebar ataupun hal lain yang dapat memepermalukan diriku sendiri.
            “Hmmm oke salam kenal ya.....”
“Just Vani” sambungku cepat.
“Oke Vani kita lanjutin nanti ya”
Aku tak menjawab kata terakhirnya. Karena aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri. Sebenarnya apa yang mau dia lanjutin? Kenalan? Tapi kan tadi udah kenalan. Huh aku berusaha menyibukkan diri dengan laptop yanng ada dihadapanku. Aku berusaha menormalkan detak jantungku dan mengalihkan pikiranku dari kejadian barusan.
Sebenarnya aku teringat dengan khayalanku saat memakai sepatu diteras tadi pagi. Aku tau Farren tidak semirip Justin Bieber atau Liam Hemsworth. Tapi setidaknya mata coklat gelap itu mewakili segalanya. Kejadian tadi bukan sebatas terpesonanya diriku pada Farren atau kekaguman sesaat saja. Aku rasa jatuh cinta pada pandangan itu terlalu cepat, tapi tak ada salahnya aku merasakan cinta pandangan pertama.

Fikiranku berkata
“Kukira sebuah perkenalan hanyalah saling menyebutkan nama dan mengucapkan kebahagiaan karena saling mengenal. Tapi aku menarik ulang kata-kataku. Dalam sebuah perkenalan pasti ada kontak mata yang bisa membuat segalanya terfokus pada sepasang manik mata itu. Mungkin terlalu cepat untuk dibilang cinta, tapi apakah kau percaya dengan Cinta pada pandangan pertama”

Tokoh yang ada dalam cerita ini bukan yang ada pada kenyataan, tapi sebuah tatapan coklat gelap memang benar adanya. Kelanjutannya belum ada. Tapi mungkin akan ada, jika Farren mau menganalku lebih. Untuk saat ini aku hanya sebatas memiliki kontaknya dan mengikuti akun pribadinya. Aku rasa terlalu berlebihan jika aku menganggap sesuatu akan terjadi antara aku dan Farren. Tapi aku hanya manusia yang merupakan sub jenis dari makhluk hidup, yang mana selagi mempunyai nafas harapan itu pasti ada.

0 komentar:

Posting Komentar